YANG
TERAKHIR
Suatu
hari datang seseorang menghampiriku. Akupun terkejut, ternyata dia
adalah orang yang selama ini aku dambakan. “hay..” sapanya. Aku
pun hanya terdiam, tak menyangka hal ini akan terjadi. “Boleh aku
duduk?” Tanyanya sambil mendekatiku. “owh ya ya silahkan.”
Jawabku gugup. “masih ingat aku gag?” tanyanya sambil senyum. Aku
mencoba berfikir, takut salah orang. Dengan ragu aku menjawab, “Mas
kan yang waktu itu? Iya bukan?” “siapa? Hayoo…?” tanyanya.
Aku pun menjawabnya agak malu, “Mas Hamdan ya?” “iya dek, kamu
masih ingat kan saat-saat kita bersama? Dulu waktu mas disini hampir
setiap hari lho kita ketemu?” jawabnya sambil merayuku. “iya-iya,
aku ingat kok, mana bisa aku lupa sama mas, heehe?” jawabku sambil
tersenyum. Kami pun berbincang-bincang yaa lumayan lama. Hingga hari
mulai senja, dan akhirnya dia beranjak untuk pergi dari hadapanku.
Semalaman
aku selalu terbayang-bayang wajahnya, entah apa yang aku rasakan?
Esoknya aku bertemu lagi dengannya. “pagi dek?” sapanya. “pagi
juga mas, hembb.. mimpi apa aku semalem pagi-pagi dah ketemu mas?”
jawabku. “ahh adek bisa aja? Dek, adek gag suka pa ama mas?” “gag
suka gimana ya mas maksudnya? Adek gag ngerti.” Jawabku polos.
“udah lama mas perhatiin adek, mas berusaha cari tau tentang adek,
mas juga minta nomor adek tapi gag adek kasih kan?” “nomor apa?
Mas gag pernah minta ke aku tuhh?” tanyaku bingung. “ya emang
sihh dek, mas gak minta langsung, mas minta temenmu tuhh tapi katanya
gak kamu bolehin? Mas sedihh dek” jawabnya sambil menunduk.
“temanku Arini maksudnya?” “iya dek.” Aku pun segera berlalu
meninggalkannya. Aku tak pernah merasa Arini berbicara hal ini
kepadaku, ya aku tau gak mungkin Arini mau memberikan nomorku
untuknya karena diam-diam Arini pun juga menyukai mas Hamdan.
Sudahlah kebenaran akan terungkap.
Sore
itu tak sengaja aku bertemu Arini. “mau kemana Rin?” tanyaku.
“embb nich aku mau kerumah nenekku.” Jawabnya seakan tak peduli.
“owh ya, kemarin aku ketemu mas Hamdan lho.. dia kerumahmu juga
gak?” tanyaku lagi. Seperti orang heran pun Arini menjawab, “gag
tuh Fir, mank ngapain dia kerumahmu?” “Cuma maen aja kok, maklum
udah lama gak ketemu. Owh iya, dia pernah minta nomorku ya ke kamu?”
tanyaku ingin tau. “nomor apaan? Aku ja gag pernah berhubungan kok
ma dia.” Jawabnya kesal sambil berlalu meninggalkanku.
Sudah
lumayan lama aku dan mas Hamdan kenal. Hingga suatu saat dia
menyatakan perasaanya kepadaku, dan akhirnya kami pun jadian. Betapa
bahagianya hati ini, mempunyai seorang kekasih yang menyayangiku
sepenuh hati. Namun kebahagiaankupun tak bertahan lama.
Suatu ketika dia
akan datang ke rumahku, untungnya orngtuaku pun sudah lumayan baik
mengenalnya. Dia meneleponku. “Dek, ntar mas mau kerumah adek,
boleh gak?” tanyanya. “Nanti mas? Emm iya boleh kok, mas mau
minta adek masakin apa? Aku dah belajar masak lho?” tanyaku
bahagia. “Yang bener dek? Hehe, mas sihh terserah adek aja, kalo
kamu yang masak pasti enak kok.” Jawabnya sambil merayu. “huu..
mas nihh bisa aja? Ya udah, adek masak dulu, ntar hati-hati ya kalo
kesini?” pesanku. “Iya dek.” Jawabnya singkat. Akhirnya diapun
datang. Kami makan malam bersama. Betapa bahagianya aku. Tapi hal
yang aku sayangkan adalah sepulang dari rumahku pasti ada aja masalah
yang datang pada hubungan kami. Malam itu angin bertiup lumayan
kencang. “dek, mas pulang dulu ya.. kapan-kapan mas main kesini
lagi.” “iya mas, adek akan selalu nungguin mas kok, hati-hati
dijalan ya?” jawabku sambil mencium tanggannya. Lalu dia balas
dengan mengecup keningku, alangkah bahagiannya aku. Tapi entah
mengapa perasaan tak tenang yang aku rasakan. Yaa Tuhan, semoga tak
terjadi apa-apa dengan kekasihku, aku sangat menyayanginya, jagalah
dia.. harapku sebelum tidur. Aku pun terlelap dalam dinginnya malam.
Tiba-tiba handphoneku berbunyi, mas Hamdan telepon. Segera aku
mengangkatnya. “mas, mas gag papa kan?” tanyaku cemas. “adek
kenapa? Abis mimpi buruk ya?” tanyanya tenang. “perasaanku gag
enak mas, mas beneran gag papa kan? Jangan bohong mas?” tanyaku tak
sabar. “dek, mas gag papa, nih mas udah sampai, adek tidur lagi
aja, mas juga mau istirahat.” Jawabnya. “tapi..?” “sttt..
udah adek tenang aja, mas baik-baik aja, mas sayang adek.”
Tiba-tiba teleponnya ditutup. Aku mencoba kembali menghubunginya,
namun nomornya sudah tak aktif. Perasaan cemas pun semakin
menjadi-jadi.
Sudah
satu minggu ini aku tak mendengar kabarnya. Aku hanya seperti orang
yang tak punya arah, maklum aku sangat menyayanginya. Suatu saat aku
mendengar kabar bahwa sepulang dari rumahku, mas Hamdan jatuh dan
harus dirawat di RS. Tapi kenapa dia gak jujur saja denganku? Mengapa
dia harus menutup-nutupi semua ini? Aku pun hanya berdoa semoga dia
lekas sembuh dan ingat kembali padaku. Sejak saat itu kami jarang
bertemu.
Satu
bulan berlalu, waktu yang cukup lama tanpa kabarmu. Terdengar suara
ketukan pintu, “Assalamualaikum..?” aku pun segera membuka pintu,
“Waaaikumsalam..” betapa terkejutnya aku, “Mas.. Ham..dan..?”
“Iya adek, ini mas.” Jawabnya sambil tersenyum. “Mas jahat,
kenapa mas gak jujur aja ama aku? Mas udah gak sayang lagi ya?”
tanyaku sambil menangis. “adek, maafin mas, mas gak bermaksud
bohongin adek, mas cuma gag pengen adek sedih” jawabnya sambil
menghapus air mataku. “Tapi gak gini mas caranya? Mas anggap apa
aku ini?” tanyaku sambil menahan air mata. “ ya kamu adek yang
paling mas sayang lahh, adek juga sayag kan sama mas?” “adek?
Hanya sebatas adek mas? Mas gak salah ngomong” tanyaku tak percaya.
“gak dek, mas gak salah ngomong, mas minta adek jangan sedih ya?
Sekarang aku dah anggap adek seperti adek mas sendiri. Maafin mas
dek, kita gak bisa jalan seperti dulu lagi? Ini jalan yang terbaik
untuk kita” “tapi kenapa mas? Kenapa mas bisa secepat ini lupain
adek?” “siapa bilang mas lupa? Gak dek, mas gag bakalan lupain
adek, tapi keadaan yang memisahkan kita, mas pergi dulu ya, adek jaga
diri baik-baik, salam buat bapak sama ibu, assalamualaikum..”
segera dia meninggalkanku. Akupun hanya menangis, bertanya dalam hati
apa salahku hingga orang yang aku sayang pergi meniniggalkanku? Aku
hampir putus asa menjalani hidup ini. Aku bosan.
Selang
beberapa hari, teman mas Hamdan datang menemuiku. “hay Shafira..”
“Hayy Faris, tumben kamu kesini?” tanyaku. “gag boleh apa? Owh
iya Fir, ini ada titipan dari Hamdan untukmu.” Sambil memberikan
sebuah kotak untukku. “ini apa?” tanyaku. “Aku juga gak tau,
kamu buka aja sendiri.” Akupun membuka kotak itu perlahan. Betapa
terkejutnya aku, ternyata kotak itu berisi surat dan kerudung yang
begitu indah. Akupun membaca dalam hati surat itu.
Untuk
Shafira,
Assalamualaikum
Fira… gimana kabar kamu? Bapak ibu sehat kan? Maafin mas ya, mas
sampai gak sempet pamitan langsung sama kamu dan keluarga, mas
buru-buru. Mas harap dengan surat ini dapat mewakili pamitku kepadamu
dan bapak ibumu. Maafin mas ya Fir, selama ini mas hanya buat kamu
sedih, mas gak pernah bisa buat kamu bahagia, mas gak berguna.
Mungkin kita tak akan bertemu lagi Fir, mas pergi jauh darimu.
Owh..
iya ini mas ada sesuatu buat kamu, dipakai ya Fir? Pasti kamu cantik
dech kalo pake ini. Mas akan bahagia banget meski udah gak bisa lihat
kamu pake itu langsung. Buktiin janjimu ke mas Fir, dulu kamu pernah
janji kalo akan pake kerudung. Nihh.. mas beliin buat kamu, mas beli
pake uang mas sendiri lho.. hebat kan mas? Hhe
Fir,
mas pengen liat kamu sukses, raih cita-citamu Fir, mas selalu dukung
kamu dari sini. Jangan kecewain mas ya Fir? Mas sayang sama adek
Shafira, selamanya…
Dan
mungkin ini kata-kata terakhir dariku Fir. Perlu kamu tau, aku dah
bukttinn jajiku, kamu cinta terakhir mas Fir, gak ada cinta setelah
kamu, kamu yang terakhir…
Do’ain
mas ya, moga mas bahagia disini. Selamat tinggal fira..
Waasalamualaikum…
Orang
yang menyayangimu
Hamdan
Akupun
menagis setelah membaca surat itu. “iya Fir, Hamdan udah pergi jauh
ninggalin kita, dia sakit kanker otak,selama ini dia ngerahasiain
penyakitnya dari kamu, bukan hanya kamu Fir, keluarganya pun gak ada
yang tau, kamu jangan sedih, ikhlaskan dia, agar dia tenang disana”
hibur Faris. “gak, gak mungkin mas Hamdan secepat ini tinggalin
aku, dia pasti baik-baik aja iya kan Ris? Jawabb” Faris pun hanya
memelukku. Aku tak kuasa menahan tangis hingga akhirnya aku pingsan
dan dilarikan ke rumah sakit. Saat aku membuka mata…. “Fira..
Fir, ini ibuk”
Akupun
hanya menangis, tak percaya semua ini sudah terjadi. “ikhlaskan dia
Fir, ini sudah kehendak Allah, kamu harus ikhlas..” kata ibuku.
“gag
buk, ini semua cuma bohong, mas Hamdan pasti kembali menemui Fira
buk? Iya kan” ibuku pun hanya menangis. Aku benar-benar tak
percaya. Peyesalanku tak mungkin dapat mengubah takdir. Aku hanya
berusaha untuk ikhlas atas kepergianmu. Rasa sayang ini akan aku
simpan selamanya hanya untukmu.
Satu
tahun berlalu, aku mulai bisa melupakan kesedihan yang amat dalam.
Aku kembali menjalani hari-hariku tanpamu, membuka lembaran baru.
Suatu hari, aku datang ke makam mas Hamdan. “Mas, ini aku, adekmu..
aku sekarang udah kuliah mas, aku pengen buktiin ke mas kalo Fira
bisa.. owh iya, aku sekarang udah berjilbab, nich kerudung pemberian
mas, adek cantik kan mas? Adek sayang sama mas.. Fira janji akan
bahagian orang tua Fira mas, mas dukung Fira ya?” bicaraku sambil
menangis. Rasa sayang ini akan abadi untukmu sayangg.. mungkin di
dunia ini kita tak bejodoh, namun masih ada kehidupan setelah ini,
aku percaya itu….